A.
Arti kognisi dan permasalahannya
Pengertian
kognisi sebenarnya meliputi aspek aspek struktur kognitif yang dipergunakan
untuk mengetahui sesuatu. Pendekatan ini didasarkan kepada asumsi atau
keyakinan bahwa kemampuan kognitif merupakan suatu yang fundamental dan yang
membimbing tingkah laku anak terletak pada pemahaman bagaimana pengetahuan
tersebut terstruktur dalam berbagai aspeknya.
Kognisi
dapat diartikan sebagai pengetahuan yang luas, daya nalar, kreativitas,
kemampuan berbahasa, serta daya ingat (tedjasaputra, 2001). Proses rumit yang
terjadi dalam sebuah computer sama rumitnya dengan yang terjadi didalam otak
manusia. Seperti halnya computer, otak manusia juga menerima informasi,
memprosesnya kemuadian member jawaban. Proses jalannya informasi tersebut pada
manusia disebut kognisi.
Piaget
sendiri mengemukakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan
organism, bukan pula pengaruh lingkungan saja, melainkan interaksi antara
keduanya. Dalam pandangan ini organism aktif mengadakan hubungan dengan
lingkungan. Perbuatan atau lebih jelas lagi penyesuaian terhadap objek-objek
yang ada dilingkunganya, yang merupakan proses interaksi yang dinamis, inilah
yang disebut Kognisi.
B.
Pentingnya mengembangkan kognitif anak
Semua
kecerdasan yang lebih tinggi, termasuk intuisi ada dalam otak sejak lahir dan
selama lebih dari tujuh tahun pertama kehidupan, kecerdasan ini dapat
disingkapkan jika dirawat dengan baik.
Berikut
adalah bebrapa persyaratan yang harus dipenuhi agar kecerdasan dapat dirawat
dengan baik.
·
Struktur syafar bagian bawah harus cukup
berkembang agar energy dapat mengalir ketingkat yang lebih tinggi.
·
Anak harus merasa aman secara fisuk dan
emosional
·
Harus ada model untuk memberikan rangsangan
yang wajar
Dalam
usaha meningkatkan kualitas perkembangan kognitif, diusahakan pendidikan dan
latihan yang lebih ditunjukan pada lataihan meneliti dan menemukan, yang
memerlukan berfungsinya kedua belahan otak.
Pembebanan
otak dengan pengetahuan hafalan, latihan ulangan, drill yang berlebihan, tidak
sepeuhnya akan mewujudkan penanjakan perkembangan kognitif, bahkan akan
menjadikan seseorang tidak berfikir kreatif, dan menjadikan perkembangan
kognitif mengarah terutama pada hasil (produk) berfikir yang konvergen
(semiawan, 2002)
C.
Model perkembangan kognitif jean piaget
Teorinya
mengenai perkembangan kognitif ialah “anak ternyata bukan merupakan miniature
replica orang dewasa dan cara berfikir anak anak tidak sama dengan cara
berfikir orang dewasa” Perkembangan kognitif dengan demikian mempunyai 4 aspek,
yakni : 1) kematangan, sebagai dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial, dan 4) ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau
mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
1)
Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting
karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman
fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang
hal itu akanmembatasi secara luas prestasi secara
kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan
tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
2)
Pengalaman
Interaksi antara individu dan dunia
luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik
itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi
individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
3)
Interaksi Sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan
pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur
kognitif
4)
Ekuilibrasi
Proses pengaturan
diri dan pengoreksi diri (ekuilibrasi), mengatur interaksi spesifik dari
individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan
perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara
terpadu dan tersusun baik.
System
mengatur yang dikemukakan oleh piaget mempunyai 2 faktor yaitu :
1)
Skema yaitu pola teratur yang melatarbelakangi
tingkah laku tersebut, terpengaruh oleh apa yang masuk kemulut. Namun menurut
piaget, semua perkembangan skema ini bersifat universal bagi seluruh umat
manusia, sehingga implikasinya bagi pendidikan adalah bahwa kita tidak dapat
mengajarkan sesuatu pada seseorang bila belumada kesiapan (readiness) yang
menunjuk pada kematangannya.
2)
Adaptasi dibagi menjadi 2 yaitu
·
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke
dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang
akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar
bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya.
·
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang
melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang
tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi
pemunculan skema yang baru sama sekali.
D.
Tahap tahap pengembangan kognitif
Tahap
tahap perkembangan kognitif piaget, secara skematis dapat digambarkan sebagai
berikut:
1.
Periode sensorimotor (0-2
tahun)
Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis (practical
intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya
sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi
individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi dasar
yang amat berarti untuk menjadi fundasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang
akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object
permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau
tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam
rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul
secara bertahap dan sistematis.
Menurut Piaget, bayi lahir
dengan sejumlah refleks bawaan
selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk
melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat
periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan
dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
- Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia
enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam
minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya
kebiasaan-kebiasaan.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara
usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan
koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
- Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul
dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan
untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya
berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam
usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan
penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
- Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan
terutama dengan tahapan awal kreativitas.
2.
Tahapan praoperasional (2-7
tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis
yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran
(Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara
mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang
jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan
dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih
bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan
semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan
muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya. Mereka mulai
merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka
masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini,
mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami
tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain.
Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi
seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin
baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap
setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object
permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya
suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia
tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan
terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode
sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada
periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan
anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan
berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan
kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
3.
Tahapan operasional konkrit
(7-11 tahun)
Pada periode ditandai oleh adanya tambahan kemampuan yang disebut system of
operation (satuan langkah berfikir) yang bermanfaat untuk mengkoordinasikan
pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam pemikirannya sendiri.
Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah
sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan
kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru
mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang
konkret.
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia
enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang
memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
ü
Pengurutan—kemampuan untuk
mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila
diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling
besar ke yang paling kecil.
ü
Klasifikasi—kemampuan untuk
memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak
tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan
bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
ü
Decentering—anak mulai
mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar
tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
ü
Reversibility—anak mulai
memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke
keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama
dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
ü
Konservasi—memahami bahwa kuantitas,
panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan
atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak
diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air
dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap
sama banyak dengan isi cangkir lain.
ü
Penghilangan
sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang
lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai
contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam
kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke
dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi
konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di
dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam
laci oleh Ujang.
4.
Tahapan operasional formal
(11-dewasa)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif
dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun
(saat pubertas) dan terus
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik
tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar
secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam
tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan
nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih,
namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai
perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan
psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai
perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan
berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap
operasional konkrit.
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan
baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya
dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan
lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari
materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam. Dengan
menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information
and Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001)
menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai
masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir.
Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi
plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.
Dengan berpatokan kepada hasil tes IQ, Bloom (1964) mengungkapkan prosentase
taraf perkembangan sebagai berikut :
Usia
|
Perkembangan
|
1 tahun
|
Sekitar 20 %
|
4 tahun
|
Sekitar 50 %
|
8 tahun
|
Sekitar 80 %
|
13 tahun
|
Sekitar 92 %
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar