1.1 Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah
fungsi rohaniah, seseorang yang tidak berpendidikan menangkap kebenaran
terutama menurut panca inderanya. Seseorang yang berpendidikan kebenaran diukur
dengan ilmu pengetahuan (rasio) yakni kebenaran menurut ukuran ilmu
pengetahuan.
Berdasarkan scope potensi subjek,
maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan
kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhana dan pertama yang
dialami manusia
2. Tingkatan
ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah
pula dengan rasio (ilmu pengetahuan)
3. Tingkat
filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu
semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan
religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati
oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Keempat
tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga
proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi
subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenaran
itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya
ialah panca indra.
Kebenaran
itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebenaran
itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :
1. Berfikir
merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran
2. Apa
yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain
3. Oleh
karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran
Jenis-jenis
Kebenaran :
1.
Kebenaran Epistemologi (berkaitan
dengan pengetahuan)
2.
Kebenaran ontologis (berkaitan
dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3.
Kebenaran semantis (berkaitan dengan
bahasa dan tutur kata)
Manusia
selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat
asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan
dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia
akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan
manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup
yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan
dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
Kebenaran
agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani
merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber kebnarna
itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena yang
menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai
kebenaran agama menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap
oleh integritas kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman
ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang
dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup manusia dan sangat
berarti untuk dijalankan oleh manusia.
2.2 . Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
2.2.1 Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini
hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi,fakta, peristiwa,
pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau
kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka
sesuatu itu benar.
Teori korispodensi (corespondence theory of truth) menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu
kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud
suatu pernyataan atau pendapat dengan
objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan
dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual.
Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif
menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini
sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah
pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu.
Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar
bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan
hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti
hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral
itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud
sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di
dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa
yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu
benar.
2.2.2
Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usaha pengujian
(test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika
kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan
hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat
yang lain.
teori consistency untuk mementingkan suatu
kebenaran bukanlah didasarkan atas hubungan subjek dengan realita, sebab bila
didasarkan atas hubungan subjek dengan objek ada subjektifitasnya. Oleh karena
itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali
berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering
dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran
pendidikan. Teori ini
tidaklah bertentangan dengan teori
korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi
adalah pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori
korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedangkan teori
konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.
2.2.3
Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam
praktek yang dikenal para pendidik sebagai metode project atau medoe problem
solving di dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna
mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan
pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan
kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di
dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan
tuntutan-tuntutan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan
benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan
kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.
Jika teori itu praktis, mampu memecahkan
problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif
memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic theory
of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki
kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria
kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat
yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran
yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum
pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu
eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan
untuk tetap eksis (ada)
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata
dari pada filsup Amerika tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan
diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859).
Wiliam James misalnya menekankan bahwa
suatu ide itu benar terletak pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang
dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri,
malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory
Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara
tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi).
Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program solving.
1.2.4 Kebenaran Religius
Kebenaran adalah kesan subjek tentang
suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika
keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga
rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku
bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis
bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari
Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan superindividual.
Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi,
dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran
filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :
Agama sebagai teori kebenaran
Ketiga teori kebenaran sebelumnya
menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam
teori kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk
pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama.
Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran
agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan
haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar